Cerita hidup dari sisi seorang gadis yang percaya bahwa tuhan itu adil.

Friday, 06 May 2011

Jangan beri tahu Niah.

Dia menyandarkan tubunya ke pundakku, aku bisa menghirup wangi parfumnya yang khas. Dia memainkan kancing bajuku, aku mengelus lembut rambutnya yang terurai. 'Kita bakal terus kaya gini kan, Dre?' tanyanya tiba-tiba. Aku terhentak, seketika menatap matanya dalam. 'Ya..' jawabku, kemudian tersenyum.

******************
Gadis itu bernama Alina Deeva Desember, pindahan dari Lombok. Sudah hampir lima bulan dia dan keluarganya bertempat tinggal didepan rumahku. Dan sejak lima bulan yang lalu itupun, aku rasa gadis itu sudah membiarkan aku untuk mengaguminya. Mataku tak mau membiarkan Deeva, begitu ia dipanggil, lepas dari pandanganku. Sekalipun saat ini aku sedang mencuci motorku. 

*drrrtttt* handphone disaku ku bergetar, 'Halo..' kataku sambil tetap memperhatikan Deeva. 
'Dre, kamu dimana? Bisa jemput aku sekarang?' kata Nia, kekasihku, dari ujung telefon, 'Oke. Kamu dimana?' tanyaku sambil melepaskan pandangan dari Deeva dan beranjak untuk mematikan air. Nia memberitahukan dimana dia berada berada, kemudian langsung memutuskan sambungan telefon. Mataku langsung kembali mencari sosok Deeva. Sial, dia udah masuk kerumah, rutukku dalam hati. Akhirnya hari itu aku cuma bisa memandangi Deeva sebentar, karena harus pergi menjemput Nia.

'Kamu udah makan?' tanyaku, Nia menggeleng, 'jadi belum minum obat?' tanyaku lagi, Nia hanya menjawab dengan senyuman. Aku langsung menarik tangannya, dan membawanya pergi ke tempat makan.

********************
'Makan yang banyak, udah gitu langsung minum obat. Kamu bawa kan obatnya?' kataku, Nia mengangguk sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. 'Kamu kenapa? Daritadi kalo aku tanya cuma ngangguk-ngangguk, senyum-senyum, kalo ngga, geleng-geleng. Nia mengangkat wajahnya menatapku, kemudian menggelengkan kepalanya... Lagi. 'tuhkan... Geleng-geleng lagi..' kataku mulai kesal, Nia hanya tertawa, 'udah yuk.. Anterin aku..' katanya sambil meminum jus jeruknya, 'kemana?' aku bertanya, 'ikut aja' jawabnya sambil menarik tanganku pergi dari tempat itu.

'Ngapain kita kesini?' tanyaku sesampainya kami ditaman favorit Nia. Nia tidak mengacuhkan pertanyaanku dan langsung turun dari mobil. Aku mengikutinya dari belakang. Tiba-tiba Nia berhenti dan duduk di batang pohon besar yang menjulur kebawah. 'Sini..' katanya sambil menepuk batang sebelahnya. Aku menurut. Nia memandangku teduh. 
'Aku mau berhenti therapy, Dre.' katanya memecah kesunyian. Aku terlonjak kaget, 'kenapa?'. Nia menarik nafas sejenak, 'aku cape, Dre. Sekarang aku sibuk therapy, ngabisin uang orang tua, toh ujung-ujungnya aku bakal mati juga.' katanya lirih. Aku menatapnya dalam, 'kau pasti sembuh ko.' kataku berusaha menghibur, 'emang kamu ngga takut mati?', Nia tersenyum dan menggeleng untuk kesekian kalinya. 'Aku lebih takut kalo kamu ngga ada waktu aku mati.' jawabnya sambil tersenyum. Aku terdiam. Tiba-tiba bayangan Deeva, gadis yang sudah mengambil sebagian hatiku yang dulu sepenuhnya untuk Nia, muncul dikepalaku. 
'Aku sayang kamu Andre. Banget.' katanya sambil memelukku. Aku merasa seperti ada yang menghantam dadaku saat itu juga. Ya tuhan, rasa itu hilang. Rasa bahagia saat Nia memelukku seperti dua tahun yang lalu, hilang. Maaf Nia. Aku membalas pelukan Nia. Aku memeluknya dengan ribuan kata maaf dalam benakku. 'Aku juga sayang kamu. Sampai kapanpun.' sesuatu seperti menusuk seluruh tubuhku saat aku mengucapkannya. Saat kebohongan itu keluar dari mulutku. 'Makasih, Dre.' Nia mempererat pelukannya. Aku semakin tersiksa. Tuhan, maaf, tolong jangan beritahu Nia. batinku sambil mencium kening Nia.

No comments:

Post a Comment


Someday.. I'll be there with someone I love. ♥